Rabu, 18 Agustus 2010

Jelajah Singapore-Malaysia-Thailand (pt.1)

Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya dan Koes waktu berbackpacker ria menjelajahi 3 negara sekaligus selama 17 hari dari tanggal 29 Mei 2010-14 Juni 2010.
Persiapannya dimulai dari 2 bulan sebelumnya, mulai dari mencari-cari tiket murah (pastinya), informasi2 penting yang dibutuhkan selama perjalanan nanti sampai segala perlengkapan berbackpacker.
Karena temanya berbackpacker ria dan perjalanan kami nantinya akan banyak menggunakan angkutan darat (seperti bus dan minivan) maka kami tidak mau direpotkan dengan membawa koper. Oleh sebab itu saya dan Koes memutuskan untuk benar2 memakai tas ransel atau carrier.
Akhirnya sebagai pemula kami membeli tas ransel merek Consina. Saya dapat tas carrier yang women series (Nandadevi) dan Koes ransel besar yang tipenya Mc Kinley, itu semua kami dapat dari fjb Kaskus...I Love Kaskus..

Untuk tiket, waktu itu kami beli pas lagi ada promo Air Asia diskon 20% all destinations. Tapi belinya harus di pamerannya yang ada di mal Kelapa Gading waktu itu.
Tiket Jakarta-Singapore, Bangkok-Jakarta kurang lebih satu orang kena Rp 1,2 jutaan setelah diskon. Itu sudah termasuk bagasi 20 kg untuk penerbangan Bangkok-Jakarta, jaga2 takut belanja gila2an di Bangkok.hehehe..
Tak lupa juga kami ke Pasopati Tour yang ada di Hayam Wuruk untuk membeli voucher hotel First World di Genting. Untuk yang ini memang lebih baik memesan di agen2 tour daripada datang langsung (walk-in). Selain beresiko tidak dapat kamar, harganya pun bisa lebih mahal dibandingkan dengan pakai voucher.
Waktu itu kita dapat harga US$ 45, karena US lagi tinggi2nya saat itu (US$ 1 = Rp 9.400) jadi kalau dirupiahkan harganya menjadi Rp 423.000 untuk stay tanggal 3 Juni 2010.

Singkat cerita, tibalah hari itu dimana kita akan memulai acara backpackeran pertama kita ke luar negeri.
Kalau Singapore kami berdua masing2 sudah beberapa kali pergi tapi untuk Malaysia dan Thailand kami belum pernah mengijakkan kaki disana.
Oh iya selain membekali diri dengan berbagai informasi yang diperoleh dari blog, saya juga sempat membeli buku acuan yang berjudul "2 Juta Keliling Thailand-Malaysia-Singapura" karyanya mba Claudia Kaunang. Buku ini akan saya jadikan pedoman jika saya dan Koes benar2 tidak tahu harus berbuat apa di negara orang nanti, khususnya di Malaysia dan Thailand.

Pesawat kita akan berangkat pukul 08.30 WIB melalui terminal 2 Soetta, maka kita akan berangkat dari jam 6 pagi supaya tidak terlambat.
Pas sampai kami harus antri check-in dulu dan membayar airport tax Rp 150.000, setelah mendapat boarding pass dan kartu imigrasi kami ke tempat loket layanan bebas fiskal (pastinya, daripada harus bayar Rp 2.500.000).
Oh iya kami berdua belum punya NPWP lohh..hehehe..
Jadi kami pakai punya orang tua, syarat2nya gampang kok, waktu itu kami cuma menyertakan beberapa fotokopian, misal :
- fotokopi NPWP orang tua
- fotokopi KTP orang tua yang namanya ada di NPWP yang kita pakai
- fotokopi KTP kita sendiri
- fotokopi kartu keluarga
- fotokopi pasport kita sendiri
- boarding pass (didapat setelah kita check-in)
Setelah menyerahkan semua itu, di cap lah boarding pass kita dengan stempel bebas fiskal..yihaaa..
Baru lolos itu saja kami sudah senang sekali, tadinya kami sempat khawatir dengan persyaratan yang kita bawa untuk bebas fiskal, takut ada yang kurang.
Setelah dari loket bebas fiskal, kami sempatkan dulu untuk mengisi kartu imigrasi kita. Kemudian sebelum antri di loket imigrasi, akan ada pos pemeriksaan untuk bebas fiskal.
Setelah itu kita antri deh di loket imigrasi, waktu itu sih tidak bergitu ramai jadi agak cepat antriannya.
Pas masuk ruang tunggu boarding, kita bingung kok tidak ada penumpang sama sekali..
Ternyata para penumpang sudah disuruh boarding dari tadi, jadi kami harus cepat2 naik ke bis yang menunggu di bawah.
Rupanya waktu itu Air Asia sangat tepat waktu, pas pukul setangah 9 pagi pesawatpun diberangkatkan dan kita akan mendarat di termnial 1 Changi pukul 11.10 pagi waktu Singapur (lebih cepat satu jam).

Hari pertama (Singapore)
Pas sampai di terminal 1 Changi, kita harus jalan cukup jauh untuk ke loket imigrasinya. Sambil menuju loket imigrasi, kami foto2 dulu disana.hehehe..
Ohya pas di pesawat tadi kita dibagikan kartu imigrasi Singapur, tentu saja ini wajib hukumnya untuk diisi jika memasuki negara lain.
Ingat kartu imigrasi itu terdiri dari 2 bagian, yang pertama kartu kedatangan dan yang kedua kartu keberangkatan. Jika kita masuk negara orang nanti kartu kedatangan kita akan diambil di loket imigrasi dan pas kita meninggalkan negara tersebut, maka kartu keberangkatan kita yang akan diambil. Makannya JANGAN sampai hilang yah dua2nya, bisa repot nanti urusannya.
Dan untuk kartu imigrasi ini tolong diisi dengan benar dan SELENGKAP-LENGKAPNYA jika tidak mau di tanya macam2 oleh si petugas imigrasi.
Didalam kartu imigrasi akan ada beberapa pertanyaan dan semuanya kalau bisa harus diisi. Waktu itu semua pertanyaan tentu saja kami jawab, tapi pas bagian pertanyaan kita akan tinggal dimana di negara tersebut, kami bingung lalu kami isi aja dengan Hotel 81..hehehe..
Sempat khawatir sih akan ditanyakan sudah reserved sebelumnya apa belum sama sekali.
Waktu itu yang antri di imigrasi sana ramai sekali jadi antriannya cukup lama.
Saya antri di loket yang dilayani oleh seorang wanita berdarah India kayanya, untungnya dia cukup ramah walaupun tidak ada senyam-senyum sedikitpun, dan untungnya saya tidak ditanyakan apa2. horeee...

Lolos dari imigrasi, kita langsung ke baggage claim atau pengambilan bagasi untuk mengambil tas2 kita.
Nah disini kami bingung, harus ambil dimana karena banyak sekali nama2 penerbangannya dan kebanyakan sudah pada sepi. Akhirnya kita tanyakan pada salah satu petugas disana, ehhh kita malah dicuekkin..dasarrr!!!
Untungnya kami bisa menemukan sendiri tas kami tanpa bantuan si petugas gelo tadi, setelah itu kami keluar dari sana dan mencari skytrain untuk ke termninal 2, karena dari sana kami akan naik MRT ke kota.
Di terminal 1 Changi memang belum ada fasilitas MRT nya jadi kami harus ke termninal 2 untuk naik MRT disana.
Antara termninal 1, 2, dan 3 Changi ini memang dihubungkan dengan skytrain, jadi kita bisa ke terminal2 tersebut tanpa harus keluar dari bandara.
Skytrain itu seperti kereta monorail kecil dan uniknya tidak ada masinisnya lohh.hehehe..

Keluar dari skytrain kita cari petunjuk arah MRT, setelah dapat petunjuk yang mengharuskan kita turun ke bawah, bertemulah kita dengan stasiun MRT.
Berhubung kami belum punya kartu EZ Link, jadi kami beli kartu tersebut di loket yang ada. Sebenarnya ada kartu2 lain yang bisa dipakai untuk naik MRT, misalnya kartu standar yang bisa dibeli di mesin2 yang ada diseluruh stasiun MRT. Tapi mengingat beberapa keunggulan yang dimiliki oleh kartu EZ Link ini, jadi kami putuskan untuk membeli kartu tersebut, salah satu keunggulan kartu ini ialah bisa dipakai untuk bayar bus disana.
Kartu ini kami beli dengan harga S$ 15, jadi S$5 nya itu biaya beli kartu dan tidak bisa direfund dan yang S$10 nya adalah isi kartu tersebut dan bisa dipakai oleh kita.
Berangkatlah kita ke kota dengan MRT, Oh iya kali ini tujuan pertama kami adalah Bugis jadi kami harus turun di Tanah Merah dan berganti kereta yang To City (tujuan kota) disana. Dari Changi ke Bugis lumayan jauh rupanya, sekitaran 20menit kalau saya tidak lupa.
Kenapa kami ke Bugis dulu??? kenapa tidak langsung ke tempat menginap???
Jawabannya adalah, karena kami mau beli simcard dulu terus teleponin satu2 hostel yang ada di daftar kami terus baru kesana deh.hehehe...
Kita memang sengaja tidak membooking hotel ataupun hostel selama perjalanan ini (kecuali hotel First World di Genting).
Maka pas turun dari MRT saya langsung duduk dipinggiran taman di Bugis Junction, terus saya suruh si Koes aja yang beli simcard di Bugis Street dan saya menunggui tas2nya.
Cukup lama dia beli simcard, saya sampai esmosi sendiri. Kita memang beli simcard di tempat2 seperti Bugis street supaya dapat yang lebih murah. Waktu itu kita beli Singtel lagi dengan harga S$ 15 plus bonus jam tangan cantik (simcard di Singapur memang terbilang agak mahal), biarpun agak mahal tapi saya tetap harus beli simcard karena mama saya akan menelepon saya setiap hari selama perjalanan ini. Beli simcard memang jauh lebih menguntungkan dibanding memakai operator yang kita bawa dari Indonesia.
Oh ya kalau mau beli simcard di Singapur kita harus menunjukkan pasport kita dan akan difotokopi oleh si penjual.

Singkat kata, rupanya saya melakukan sebuah kesalahan, saya lupa kalau saat itu sedang long weekend jadi rata2 hotel maupun hostel disana sudah ramai atau penuh dengan bookingan.
Saya memang sudah rencana selama di Singapur akan menginap di hostel2 backpacker yang berbentuk dorm seperti yang direkomendasikan dari buku yang saya bawa.
Tetapi dari semua daftar hostel backpackers yang saya bawa, tidak satupun yang masih ada kasur tersedia (kalau hostel backpackers bentuknya memang seperti dorm, jadi satu kamar bisa diisi min 4 orang sampai 12 orang bahkan bisa lebih) sehingga jika mau menginap di hostel backpackers kita memakai istilah bed bukan room.

Ditengah-tengah keputus-asaan kami karena tidak kunjung mendapat bed di backpacker hostels, akhirnya saya minta Koes untuk menelepon pilihan terakhir kita yaitu Hawaii Hostel yang ada di Bencoolen St.
Ternyata mereka bilang masih ada bed bahkan kamarpun mereka masih tersedia. Kenapa hostel ini saya bilang pilihan terakhir?? karena jika dilihat dari websitenya, keadaan hostel ini terlihat tidak begitu meyakinkan walaupun dekat dengan area Bugis. Harganya pun saya bilang termasuk yang sangat murah di Singapur, untuk double room saja hanya dibandrol S$ 30-35 (tergantung ada kamar mandi atau tidak).
Karena dekat dengan Bugis, kita putuskan berjalan kaki untuk melihat langsung keadaan disana.
Kalau dari Bugis Junction nyebrang ke Bugis Street dan masuk ke dalam sampai nembus dibelakang akan ketemu bangunan Albert Complex. Dari sana kita ke arah kiri sedikit sampai ketemu belokan kekanan, dari sana terus saja sampai ketemua jalanan agak besar dan kita belok ke kiri dikit lalu menemukan Ibis hotel, nah letak Hawaii Hostel tersebut persis diseberang hotel Ibis.
Ternyata saudara2, penampilan luar hostel itu aja sudah bikin ilfil duluan..
Jendela2 yang menghadap keluar jalan aja cuma ditutupi pakai koran2. Kami sempat berpikir mungkin itu hanya penampilan luar, kita kan belum lihat dalamnya, siapa tau aja dalamnya wahhh..
Lobby hotelnya ada di lantai 2, jadi tempatnya ini mulai dari lantai 2 sampai lantai 5 (kalau tidak salah juga ya).
Nah pas kita dikasih kunci, kita langsung meluncur ke kamar yang dimaksud.
Haduhhh lagi2 ada aja yang bikin saya ga sregg dengan hostel ini, baru saja memasuki lorong2 kamarnya, saya sudah dihadapkan dengan jejeran kasur2 jelek dan ditambah lagi dengan kecoa2 kecil..hiiii..
Waktu itu saya masih berpikiran positif, mungkin aja kecoanya cuma diluar tidak masuk ke kamar pikir saya.

Pas kamar kita buka..jrenggg..jrengggg...

Kamarnya kecilll banget, kita memang waktu itu mau lihat yg single roomnya dulu.
Selain kecil, masih banyak lagi yang bikin saya dan Koes tidak jadi tinggal disana.
Keadaan kamarnya itu sungguh jauuuuhh lebih memprihatinkan dari penampilan diwebsitenya, lantainya kotor banget, tembok lusuh, sprei juga lusuh, pipa dimana-mana, dan yang lebih menarik dari hostel ini adalah piaraannya yaitu KECOA..
Ini berdasarkan pengalaman saya, mungkin waktu itu memang lagi musim kecoa keluar kandang jadi saya melihat kecoa dimana-mana dalam hostel tersebut termasuk di dalam kamar.
Kecoanya memang tidak besar tapi kecil2, jumlahnya pun minimal yang terlihat di kamar ada dua ekor..hiiii..
Waktu itu Koes bilang sama enci2 yang punyanya kalau kita mau lihat kamar yang lainnya. Kamar yang dimaksud ada dilantai paling atas dan kali ini kita melihat yang ukuran double.
Pas buka kamar, kami agak terhibur karena kamarnya memang lebih besar SEDIKIT.. Tapiii ketika mau masuk lebih jauh, tiba2 ada kecoa di atas meja riasnya....tidakkk!!!
Langsung deh buru2 kami keluar lagi dan minta lihat kamar yang lainnya, tapi tetap disemua kamar kami melihat ada mahluk kecil tersebut, entah di lantainya, meja rias, dan kamar mandinya. Kita sampai lihat 5 kamar yang berbeda waktu itu, tapi semuanya sama saja. Kami memberitahukan hal tersebut kepada pemilik dan minta supaya dibersihkan dulu, lalu si anak muda yang jaga bawa semprotan baygon terus disemprot2 deh kamarnya.
Walaupun begitu kami tetap tidak jadi nginap disana karena khawatir dengan kesehatan, siapa tahu aja kecoanya bisa keluar lagi dan naik2 ke kasur.
Maka dari itu meskipun kami mau mencari yang murah, tapi kami tetap mempertimbangkan segi kesehatan. Masa baru hari pertama nanti sudah sakit..
Untuk yang bawa anak2, sangatttt tidak direkomendasikan untuk tinggal di hostel ini. Lebih baik mengeluarkan uang sedikit lebih banyak demi kenyamanan.
Kalau mau tahu tentang hostel ini silahkan buka websitenya saja :
www.hawaiihostel.com.sg

Nah setelah keluar dari hostel tersebut, kita menyebrangi jalan untuk duduk2 di bangku halte karena kami kelelahan sehabis naik turun di hostel tadi sambil kami memikirkan mau cari hostel dimana lagi.
Karena hostel di daerah Bugis tidak kunjung didapat, akhirnya saya berpikr kenapa tidak mencoba di daerah Little India atau China Town saja.
Koes setuju2 saja karena dia juga tidak punya ide lain. Sebelum itu kami mampir dulu di food court Albert Centre yang ada di belakang Bugis Street. Disini kita masih bisa menemukan makanan dengan harga S$2 lohh..Misalnya nasi lemak dengan lauk2 berupa ayam goreng, teri kacang, daging maling atau sebagainya, banyak kok paketnya.
Wah kayanya ini salah satu tempat makan murah di Singapur nih, sampai2 kalau siang food court ini selalu penuh dan untuk mendapatkan kursi mata kita harus jeli walaupun kadang duduknya bisa sebangku dengan orang lain.
Untuk makan siang waktu itu saya beli nasi lemak paket S$ 2 dan Koes beli nasi hainam S$ 3.5
Selesai makan, kita ke MRT Bugis karena kita mau ke Little India.
Pas kita masuk stasiun, ada petugas yang menanyakan mau kemana kita dan menanyakan kita dari mana.
Ya kita jawab saja kalau kita ini dari Indonesia dan mau ke Litte India, eh2 taunya kita malah dikasih peta MRT sama dia..hehehe..Thanks lohhh pak petugas.
Turun dari MRT kita langsung keluar stasiun, jujur ini pertama kalinya saya ke kawasan Little India selama saya pernah ke Singapur sehingga saya buta sama sekali daerah ini.
Keluar dari stasiun kita sudah disambut dengan wangi2an khas India yaitu bawang dan kari ditambah lagi dengan musik2 khas India yang rame itu.hehehe..
Disana mayoritas yang tinggalnya memang banyakan orang India.
Di dekat stasiun MRT kita sudah menemukan hotel Kerbau tapi pas Koes cek kesana ternyata tidak ada kamar kosong. Lalu kami jalan lagi menyusuri daerah itu dan bertemu dengan hotel Tekka. Saya hanya menunggu diluar dan bersiap-siap kalau Koes keluar lagi berarti tidak ada kamar di hotel tersebut.
Pas lagi bengang-bengong tiba2 si Koes manggil2 saya dari dalam, terus saya masuk dan menanyakan kenapa. Ternyata disana masih ada kamarrr..Puji Tuhan..
Tapi kamarnya tinggal satu dan ukuran single..karena tidak punya pilihan lain akhirnya kami mengambil kamar tersebut.
Harga single room hotel tersebut S$ 50/malamnya.
Kamarnya cukup bersih dan ada kamar mandi didalam, TV 14inch dan AC juga melengkapi kamar kecil tersebut.
Kekurangannya, kalau malam suka berisik banget dan masih ada kecoa kecil yang kami temukan di kamar mandi.
Harga tersebut sudah termasuk breakfast tapi hanya roti panggang atau teh dan kopi dan itu semuanya self service alias buat sendiri.

Singkat cerita saya langsung mandi karena kegerahan selama jalan kaki mencari-cari hostel tadi. Setelah itu baru deh kita jalan2 lagi untuk mencari makan.
Koes mengusulkan untuk cari makan di China Town dan saya setuju2 saja.
Kita kesana dengan MRT lagi, karena masih sama2 di jalur ungu jadi kita tidak perlu tukar kereta.
Keluar dari stasiun China Town kita langsung ke daerah belakang tempat yang banyak tukang makanannya. Disana banyak meja2 dan bangku yang berjejer di jalan.
Waktu itu saya sempat terpisah dengan Koes karena saya mau beli sumpit2 lucu seharga S$ 1 perpasang.
Setelah itu saya cari2 Koes di area makan tersebut tapi tak ketemu, saya bingung harus cari dia kemana karena dia tidak menyalakan hp.
Tapi untungnya setelah hampir 15 menit keliling mencari-cari itu bocah, akhirnya saya menemukan dia sedang asyiknya menikmati makanan hasil perburuannya.
Waktu itu dia beli mie goreng yang medok banget warnanya atau bisa dibilang hampir gosong deh dicampur dengan oyster dan sayur toge. Dari penampilan memang tidak menarik tapi pas saya coba saya jadi ketagihan.hehehe..
Mie goreng tersebut atau apalah disana namanya untuk ukuran yang kecil harganya S$ 4.
Tak lupa juga kami beli es krim yang S$ 1 itu, bisa pakai roti atau wafer dan kebanyakan yang jual orang2 yang sudah lanjut usia dengan gerobak atau sepeda.
Setelah itu kami mencicipi es campur rasa mangga disana seharga S$ 3.5.
Sebelum meninggalkan China Town saya sempat membeli rok etnis seharga S$ 10 dan gantungan kunci satu set isi 18 buah seharga S$ 10 juga.

Dari China Town kita naik MRT lagi ke Orchard, dari China Town ke Orchard kita harus ganti kereta di Dhoby Ghaut karena sudah beda jalur.
Cari yang North South Line (jalur merah), setelah ketemu cari yang ke arah Jurong East kalau mau ke Orchard.
Sampai disana, kami langsung masuk ke mal ION dan lihat2 sekeliling. Disana saya tergoda untuk beli sandal lucu di toko Ruby karena harganya hanya S$ 10.
Nah dari Orchard ini rencananya kita akan jalan kaki ke Newton Circus, soalnya menurut Koes Newton Circus sudah dekat dari Orchard.
Tapi ternyata dia salah besar, jalan yang menurut dia ke arah Newton Circus tidak kita temukan padahal sudah jalan kaki lumayan jauh..
Karena takut keburu malam dan Newton Circus nya keburu tutup akhirnya kita tanya sama orang yang lagi duduk2 disana. Menurut dia kita harus naik MRT untuk kesana soalnya kalau jalan kaki sangat jauh.
Berhubung kami sudah terlalu jauh dari stasiun MRT, kami disuruh balik lagi ke Orchard naik bus. Wahh ini bisa jadi pertama kalinya saya naik bus di Singapur donk.hehehe..
Kita naik bus ini hanya sekitar 3 menit terus turun lagi di depan mal ION, langsung deh kita ke stasiun MRT nya.
Padahal dari peta MRT stasiun Orchard dengan Newton hanya beda satu stasiun saja tapi kok kalau jalan kaki jauh ya..
Oh iya Newton Circus itu bukan tempat buat nonton circus atau pertunjukkan lainnya tapi tempat untuk makan alias open air food court.
Disana yang terkenalnya oyster omelette, karena itu si Koes maksa mau makan itu disana.
Keluar MRT kita masih harus jalan kaki untuk sampai ke tempatnya, malah harus menyebrangi jembatan penyebrangan dulu. fiuhh..
Rasanya kaki saya sudah mau copot waktu itu..
Tidak pakai banyak basa-basi, sampai sana langsung deh pesan makanan yang kita mau. Yang pasti pesan oyster omelette di salah satu kedai langganan Koes S$ 5 dan saya pesan nasi goreng ayam S$ 6. Kata si Koes kalau makan ini, minumnya lebih cocok pakai soya bean yang dijual kalengan S$ 1.5.
Selesai makan kami cepat2 kembali ke stasiun MRT takut melewatkan MRT terakhir malam itu. Untuk kembali ke Little India dari Newton Circus kita harus berganti kereta lagi di Dhoby Ghaut, cari yang North East Line (jalur ungu) setelah ketemu naik yang arah Punggol.

Hari itu saya benar2 cape sekali, dari jam 6 pagi sampai tengah malam nonstop beraktifitas sehingga membuat saya kelelahan dan di hotel langsung tertidur sampai2 lupa cuci muka dan gosok gigi.hehehe..
Tapi perjuangan masih sangat panjang, besok mungkin akan lebih berat dari hari ini makannya kami harus mengimbanginya dengan istirahat yang cukup.

Loket bebas fiskal di bandara Soetta


Syarat2 bebas fiskal :




Pesawat yang kita pakai ke Singapur


Suasana kabin


Nasi hainam di Air Asia


Changi airport


Terminal 1 Changi






Loket imigrasi di terminal 1 Changi


Skytrain to terminal 2 dan 3


MRT Changi ke Bugis


Bugis sore itu


Hotel Tekka (Little India)




MRT Little India




China Town






Mie goreng ala China Town (enakkk)






Kedai tempat beli mie gorengnya


Kedai macam2 es campur






Es krim S$1


Salah satu sudut Orchard Rd


Newton Circus food court




Oyster Omelette


Chicken fried rice


- Bersambung -

2 komentar:

  1. nice review,

    menginap di little india jorok gak sie tempatnya??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Dini,

      makasih ya udah baca blog saya.
      ehmm Little India ga jorok kok, malah seru..hehehe..
      di Little India kalo beruntung kita bisa dpt hotel murah tp tetep nyaman.
      tapi kalo tidak suka bisa cari di sekitaran bugis atau china town dan tempat-tempat lainnya di Singapur.

      Hapus